Belakangan
ini berita mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) versus
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ramai diberitakan. Kasus ini berawal ketika
KPK menangkap Gubernur Akademisi Polri Irjen Djoko Susilo dan beberapa petinggi
Polri lainnya pada 27 Juli lalu. Djoko Susilo diduga telah melakukan korupsi
pada kasus simulator SIM yang menyebabkan kerugian puluhan miliiar rupiah bagi
negara. Setelah Djoko diperiksa oleh KPK, Polri melakukan serangan balik
terhadap KPK dengan mencoba menangkap salah seorang penyidik KPK, Kompol Novel Baswedan. Polisi membawa surat
penangkapan Novel yang disangka terlibat perkara dugaan penganiayaan berat
terhadap tersangka pencurian burung walet ketika dirinya menjadi Kasat Reskrim
di Polda Bengkulu pada tahun 2004 lalu.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kasus itu baru diungkit
sekarang? Indonesian
Police Watch (IPW) menilai aksi penyerbuan dan pengepungan yang dilakukan
polisi ke KPK untuk menangkap penyidik yang juga Ketua Tim Penyidikan dugaan
korupsi simulator SIM, Novel Bawes dan, merupakan penghinaan terhadap institusi
negara. Dukunganpun terus mengalir terhadap KPK.
Seharusnya kedua
lembaga ini saling bekerjasama dalam pemberantasan kasus korupsi, bukannya
malah saling berseteru. Belum lagi KPK mendapat tekanan dari sejumlah anggota
DPR yang sepertinya ingin melemahkan kewenangan KPK lewat revisi UU KPK Nomor
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Banyak pihak menduga
revisi UU ini justru akan semakin melemahkan kewenangan KPK dalam memberantas
korupsi.
Dengan adanya
perselisihan antara dua lembaga ini membuat masyarakat geram akan kinerjanya
dan meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun langsung untuk
menyelesaikan kasus yang terjadi antara KPK vs Polri tersebut. Akhirnya, bapak
presiden SBY pun angkat bicara tentang kasus ini.
Dalam pidatonya,
presiden menyampaikan lima poin utama soal kisruh KPK-Polri. Berikut lima poin
utama Presiden SBY seperti dikutip dari pidatonya pada 8 Oktober lalu:
- 1. Penanganan hukum terhadap dugaan korupsi yang terjadi pada pengadaan alat simulator SIM yang melibatkan Irjen Joko Susilo, sepenuhnya dikerjakan oleh pihak KPK. Sementara Polri mengerjakan kasus lain yang tidak terkait langsung.
- 2. Penanganan kasus dugaan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Kompol Novel Bawesdan dipandang tidak tepat dari segi timing maupun caranya.
- 3. Tentang perselisihan antara anggota Polri yang bertugas di KPK akan diatur selanjutnya oleh Presiden melalui pembuatan Peraturan Pemerintah (PP). Aturan tersebut nantinya akan menyangkut tentang status penyidik KPK yang diperpanjang dan bisa menjadi pegawai KPK setelah mengundurkan diri dari jajaran Polri.
- 4. Rencana revisi UU KPK yang bergulir di DPR dianggap oleh Presiden tidak perlu dilakukan untuk saat ini, tetapi memunginkan akan dilakukan dalam waktu kedepan, namun sepanjang hal tersebut dilakukan untuk memperkuat dan tidak untuk memperlemah KPK.
- 5. KPK dan Polri diminta Presiden untuk memperbaharui nota kesepakatan (MoU), selain itu Presiden juga meminta adanya sinergi antara KPK agar kejadian perselisihan antara kedua lembaga tidak kembali terulang.
Pidato oleh
Presiden SBY tersebut diharapkan bisa menyelesaikan kasus yang terjadi antara KPK
vs Polri. Semoga perselisihan seperti ini tidak akan terjadi lagi dimasa mendatang.
Karena kasus-kasus seperti ini hanyalah membuktikan bahwa hokum di Negara belum
cukup kuat.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar