Hari Kamis lalu, tepatnya tanggal
17 Januari 2013 Ibukota Jakarta berubah menjadi lautan dalam seketika. Dari perkampungan
sampai jalan-jalan protokol ibukota ikut dibanjiri air hujan dan air kiriman
dari tanggul-tanggul yang sudah tidak kuat menahan debit air yang semakin
meninggi. Banjir ini sebenarnya sudah dimulai sejak Desember 2012,
dan baru mencapai puncaknya pada Kamis, 17 Januari 2013. Selain curah hujan
yang tinggi sejak Desember 2012, sistem drainase
yang buruk, dan jebolnya berbagai tanggul di wilayah Jakarta, banjir ini juga disebabkan
meningkatnya volume 13 sungai yang melintasi Jakarta. Salah satunya
bendungan katulampa yang berada di kota Bogor tidak mampu lagi menampung debit
air dan akhirnya terpaksa membuka pintu air yang akhirnya mengalir ke Jakarta
dan menyebabkan banjir di Ibukota.
Selain itu, tanggul BKB yang
jebol menjadi sumber penyebab banjir di sekitar Jl. Sudirman, Jakarta.
Tingginya debit air dari Bogor disertai hujan deras menyebabkan tanggul Banjir
Kanal Barat (BKB) di sekitar Jl. Latuharhari, Menteng, itu tidak dapat menahan
air dan membanjiri kawasan Thamrin-Sudirman. Stasiun dan jalan-jalan yang
terendam menyebabkan sebagian besar
transportasi tidak dapat beroperasi. Mereka yang menggunakan kendaraan pribadi
pun tidak bisa kemana mana karena jalan-jalan tertutup air dan tidak bisa
dilewati. Hal ini mengakibatkan Jakarta lumpuh pada hari itu.
Salah satu dari sekian banyak
yang menyebabkan banjir adalah kewalahannya pemerintah kota Jakarta mengatur
tata kota. Tidak sedikit masyarakat pendatang yang menjadikan bantaran sungai
sebagai area tempat tinggal. Rumah yang kadang terbuat hanya terbuat dari seng
dan kardus bekas dijadikan sebagai tempat bernaung setelah berjibaku dengan
kehidupan keras Ibu Kota demi menghilangkan label kemiskinan yang selama
ini menempel pada dirinya.
Di
sisi lain, keserakahan yang membuat daerah hulu digunduli. Daerah resapan
“ditanami” gedung dan mall demi pendapatan daerah dan memuaskan nafsu kapitalis
yang menanamkan modal di sana demi meraih keuntungan tanpa menghiraukan akibat
dari banyaknya bangunan yang ternyata mengambil lahan hidup air. Ditambah lagi
dengan tidak adanya political will
dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah rutin ini juga menjadi penyebab
dari berulangnya masalah banjir. Hal ini terlihat dari sistem anggaran yang
tidak adaptable untuk mengatasi bencana,
serta pejabat dan petugas yang tidak kompeten dan abai mengadakan dan mengawasi
infrastruktur pembangunan.
Bencana
banjir yang melanda ibukota Jakarta sontak menimbulkan banyak sukarelawan yang membantu para korban dengan
mendirikan posko-posko serta mengumpulkan bantuan seperti pakaina, makanan,
serta obat-obatan yang dibutuhkan para korban banjir. Bahkan gubernur DKI
Jakarta yang baru beberapa bulan ini menjabat ikut serta turun ke lokasi-lokasi
banjir untuk melihat langsung keadaannya.
Kita tidak bisa menyalahkan
gubernur atas bencana banjir yang terjadi. Banjir Jakarta merupakan tanggung
jawab semua warga DKI Jakarta. Untuk itu, kita sebagai warga DKI Jakarta wajib
memelihara kebersihan kota Jakarta agar bencana seperti ini dapatdikurangi
bahkan kalau bisa jangan sampai terjadi lagi.
Sumber:
http://kampus.okezone.com/read/2013/01/30/367/753921/banjir-jakarta-musibah-teknis-dan-sistem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar