Cita-cita adalah suatu impian dan harapan seseorang akan masa depannya, bagi sebagian orang cita-cita itu adalah tujuan hidup dan bagi sebagian yang lain cita-cita itu hanyalah mimpi belaka. Bagi orang yang menganggapnya sebagai tujuan hidupnya maka cita-cita adalah sebuah impian yang dapat membakar semangat untuk terus melangkah maju dengan langkah yang jelas dan mantap dalam kehidupan ini sehingga ia menjadi sebuah akselerator pengembangan diri namun bagi yang menganggap cita-cita sebagai mimpi maka ia adalah sebuah impian belaka tanpa api yang dapat membakar motivasi untuk melangkah maju. Manusia tanpa cita-cita ibarat air yang mengalir dari pegunungan menuju dataran rendah, mengikuti kemana saja alur sungai membawanya. Manusia tanpa cita-cita bagaikan seseorang yang sedang tersesat yang berjalan tanpa tujuan yang jelas sehingga ia bahkan dapat lebih jauh tersesat lagi. Ya, cita-cita adalah sebuah rancangan bangunan kehidupan seseorang, bangunan yang tersusun dari batu bata keterampilan, semen ilmu dan pasir potensi diri.
Cita-cita itu hadir sejak dini. Semua anak kecil punya cita-cita, ingin menjadi dokter, pilot, presiden, atau astronot. Semua cita-cita yang terdengar tinggi dan menjadi keinginan semua orang.
Tapi jika sudah menanjaki kehidupan yang sebenarnya, manusia yang terus tumbuh dan berkembang menjadi seseorang yang layak disebut dewasa mulai membentuk cita-cita mereka dari ulang. Membentuk cita-cita mereka sesuai dengan tuntutan zaman.
Akuntan, pengacara, diplomat, dan dokter. Jika dibilang semua profesi itu dibutuhkan, sangat dibutuhkan sekarang. Jika banyak dibutuhkan, maka akan banyak uang yang didapat. Uang didapat, otomatis status sosial meningkat dan dapat dipandang banyak orang.
Lalu apakah itu yang sebenarnya menjadi cita-cita? Saya tidak mendiskreditkan profesi-profesi tersebut. Tapi apakah tujuan-tujuan tersebut yang ingin dicapai? Apakah itu yang diimpikan ketika kecil?
Jika dilihat kembali, cita-cita itu dibentuk. Ya, dibentuk. Bukan sesuatu yang benar-benar disukai. Cita-cita itu sesuai dengan potensi diri dan minat. Dalam diri setiap orang pasti ada minat yang sangat mendalam. Minat yang sudah ada namun tidak berani dikeluarkan dan dimaksimalkan karena merasa semua itu tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Akhirnya semua dipendam dalam-dalam. Tidak diekspresikan, tidak dapat dinikmati semua orang.
Akhirnya bakat-bakat terpendam itu hilang. Mungkin seharusnya lahir seniman-seniman besar. Tapi kebanyakan mundur karena merasa, jadi seniman masa depan tidak menjanjikan. Mungkin juga harusnya banyak dokter yang rela membantu mereka yang benar-benar membutuhkan tetapi sekarang ini sulit sekali berobat untuk mereka yang tidak mampu karena mungkin, bukan tugas mulia itu yang dicari sekarang. Dan mungkin sebetulnya banyak potensi-potensi guru yang dapat membangkitkan pendidikan nasional tetapi lagi-lagi, cita-cita guru tidak lagi menjadi idaman karena gaji yang tidak memadai.
Cita-cita itu bukan paksaan. Jangan pernah memaksakan diri untuk menjadi orang lain. Memuaskan orang lain bukan berarti membahagiakan orang lain. Memuaskan diri sendiri, melakukan sesuatu yang disukai, dan menjalani semuanya dengan menyenangkan pastinya akan membahagiakan orang lain. Karena semua hal itu dapat dilakukan secara bebas dan tanpa berada diatas sebuah alur, alur yang sudah dibuat dan tidak akan pernah bisa berkembang.
Jika memang punya impian. Yakin bahwa hal itu akan bermakna dan berguna bagi orang lain. Mengubur sesuatu yang belum pernah dicoba bukan pilihan. Menjalaninya dan siap menerima tantangan yang ada di depan mata adalah caranya. Dunia butuh inovator, bukan yang hanya ikut-ikutan. Jadilah inovator, semua orang bisa mencipta, setiap orang bisa dikenang setiap jasanya, jika semua hal yang dilakukan penuh niat dan usaha. Tidak ada kata menyerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar